SIMEULUE– LIPUTANONE CO. ID | Konflik sengketa tanah antara masyarakat Desa Fajar, Kecamatan Darul Hikmah, Kabupaten Aceh Jaya, dengan PT Makmur Inti Sawita kini memasuki babak baru.
Tim pengacara masyarakat telah melaporkan kasus ini secara khusus kepada Presiden Republik Indonesia, Kompolnas, Kapolri, dan Kadiv Propam Mabes Polri. minggu, 17/11/24.
Langkah ini dilakukan setelah PT Makmur Inti Sawita melaporkan warga setempat atas dugaan pencurian buah kelapa sawit, meskipun tanah tersebut diklaim sebagai milik masyarakat.
Muhammad Sandri Amin, SH, bersama Rahmat Jeri Bonsapia, SH, dan Desi Nirmalahayati, SH, selaku tim pengacara warga, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar. Warga hanya memanen buah kelapa sawit yang ditanam di atas lahan yang mereka klaim sebagai hak mereka berdasarkan kesepakatan awal dengan perusahaan.
"Awalnya, PT Makmur Inti Sawita membuat perjanjian bagi hasil dengan masyarakat. Namun hingga saat ini, hak masyarakat atas hasil panen tidak pernah diberikan. Ironisnya, warga yang mencoba memanen buah di tanah mereka sendiri justru dituduh mencuri," ungkap Sandri.
Masyarakat Desa Fajar telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Aceh Jaya atas dasar wanprestasi dengan nomor perkara 04/Pdt.G/2024/PN-Cag. Selain itu, mereka juga mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan nomor perkara 10/Pdt.G/2024/PN-Cag, menuntut ganti rugi sebesar Rp 126 miliar.
Di samping itu, gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) juga dilayangkan untuk pembatalan Hak Guna Usaha (HGU) PT Makmur Inti Sawita. Menurut Sandri, sertifikat HGU perusahaan diterbitkan di atas tanah masyarakat tanpa adanya proses jual beli atau ganti rugi.
"Kami memiliki dokumen dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menunjukkan bahwa HGU tersebut diterbitkan di atas tanah bersertifikat milik warga," jelas Sandri.
Meskipun proses hukum masih berlangsung, Sat Reskrim Polres Aceh Jaya tetap memproses laporan PT Makmur Inti Sawita dan bahkan berencana menetapkan masyarakat sebagai tersangka pencurian.
"Kami sudah menyerahkan bukti kepemilikan tanah, namun penyidik Polres Aceh Jaya tidak menerima dokumen tersebut sebagai bukti sah. Hal ini menunjukkan adanya indikasi keberpihakan," ujar Sandri.
Merasa diperlakukan tidak adil, tim advokat masyarakat Desa Fajar akhirnya membawa laporan ini ke tingkat nasional. Mereka berharap Kompolnas, Mabes Polri, dan Kadiv Propam Polri dapat memberikan perhatian serius terhadap kasus ini.
"Perkara ini menjadi ujian besar bagi penegakan hukum di Indonesia. Kami berharap langkah ini dapat membawa keadilan bagi masyarakat kecil yang selama ini merasa tertindas oleh perusahaan besar," pungkas Sandri.
Kasus ini menarik perhatian publik karena mencerminkan konflik klasik antara masyarakat kecil dan korporasi besar. Proses hukum yang transparan dan adil sangat dinantikan untuk menyelesaikan sengketa ini, demi menjamin hak-hak masyarakat terlindungi.
Pewarta : Rd
editor : Edi uends
0 Komentar