LIPUTAN ONE

test banner SELAMAT DATANG DI WEBSITE "LIPUTAN ONE"

Masiswi UTU Dorong Pemerintah Legalkan Wilayah Pertambangan Rakyat Solusi Ekonomi Akhir Otsus 2027

ACEH BARATLIPUTANONE |Seiring mendekatnya masa berakhirnya Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Provinsi Aceh pada tahun 2027, kekhawatiran terkait keberlanjutan pembiayaan pembangunan mulai mencuat di berbagai daerah, termasuk Aceh Barat. 

Dengan sisa waktu sekitar 29 bulan menuju tenggat waktu tersebut, salah seorang mahasiswi dari Fakultas UTU, Wahyuni Febrina Nisa, (20) yang sedang melaksanakan kegiatan KKN di salah satu Kecamatan di Aceh barat, mengingatkan pemerintah kabupaten agar bergerak cepat memanfaatkan potensi sumber daya alam (SDA) yang dimiliki daerah. 

Salah satu opsi, kata Mahasiswi calon S1, jurusan Teknologi Informasi ini, yang dinilai realistis dan berdampak langsung pada ekonomi lokal adalah pengelolaan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) secara legal dan terarah.

"Selama ini dana Otsus menjadi salah satu penopang utama pembiayaan pembangunan infrastruktur, pelayanan dasar, program pemberdayaan ekonomi, dan sektor sosial - keagamaan di Aceh," kata Febrina, kepada Liputanone di Meulaboh, Minggu, 20/7/25.

Sebagaimana diketahui bersama, sambungnya,  beberapa kabupaten/kota, termasuk Aceh Barat, masih memiliki struktur fiskal yang bergantung pada transfer pusat, sehingga potensi guncangan fiskal dikhawatirkan terjadi ketika aliran dana Otsus berhenti pada 2027.

" Dengan batas waktu yang kian dekat, maka pendekatan berbasis kemandirian ekonomi daerah akan menjadi semakin urgen," ungkap Febrina.

Lebih lanjut mahasiswi kelahiran meulaboh, 2004 ini mengungkapkan, kekayaan alam Aceh Barat, mulai dari mineral logam, batuan galian, hingga potensi bahan tambang skala kecil, perlu segera dipetakan dan dimanfaatkan secara bertanggung jawab untuk memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta membuka lapangan kerja bagi masyarakat 

"Jangan menunggu sampai dana Otsus benar-benar habis baru kita panik. Aceh Barat punya sumber daya mineral. Kalau dikelola secara legal dalam bentuk Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), masyarakat bisa bekerja, pemerintah bisa menarik retribusi atau bagi hasil, dan ekonomi lokal tetap bergerak," ujarnya mengingatkan.

Febrina, secara blak- blakan mengatakan, selama bertahun-tahun aktivitas penambangan rakyat kerap terjadi secara sporadis, informal, atau bahkan ilegal karena ketiadaan payung hukum daerah dan keterbatasan akses perizinan. 

Maka dari itu Legalisasi WPR diyakini dapat menekan kerusakan lingkungan akibat praktik tak terkontrol, sekaligus memberikan kepastian usaha bagi penambang kecil.

Mengapa Perlu WPR? Aspirasi untuk membentuk WPR tidak hanya soal legalitas tambang skala kecil, tetapi juga strategi mitigasi risiko ekonomi pasca-Otsus

Lebih lanjut, Febrina Yang akrab di sapa (Icha) ini menegaskan lima alasan di balik pernyataan dan sarannya tersebut.

yang pertama, "Penetapan WPR dapat membuka ruang penerimaan daerah melalui pajak, retribusi, atau mekanisme bagi hasil sesuai regulasi yang berlaku.

Yang kedua, "Penambangan rakyat otomatis menyerap tenaga kerja dari desa-desa sekitar lokasi tambang, mengurangi urbanisasi dan pengangguran terbuka."

Ketiga, "Pengendalian Lingkungan, dengan kerangka hukum, pemerintah dapat menerapkan standar teknis, reklamasi, dan pengawasan lingkungan untuk meminimalkan kerusakan lahan dan pencemaran sungai."

Yang ke empat, "Pemberdayaan Komunitas., Skema koperasi tambang rakyat atau BUMDesa Bersama juga diyakininya dapat memperkuat posisi tawar masyarakat serta mencegah dominasi pemodal luar yang tidak akuntabel."

Selanjutnya yang kelima, "Proses penetapan WPR memaksa pemerintah melakukan pemetaan geologi terukur yang juga berguna untuk tata ruang dan investasi sektor lain."

Dampak negatif yang akan terjadi jika tidak ada antisipasi dan tanpa adanya langkah diversifikasi ekonomi yang jelas, maka Aceh Barat berpotensi menghadapi penurunan belanja pasca berakhirnya dana Otsus 2027.

" hal ini juga akan sangat berdampak pada peningkatan angka pengangguran, karena proyek berbasis Otsus berhenti dan semangkin meluasnya praktik tambang ilegal yang merusak lingkungan tanpa adanya kontribusi ke Daerah /PAD,"  Demikian Pungkas, W. Febrina Nisa, mahasiswi Universitas Teuku Umar, (UTU) meulaboh, Aceh barat. 



(Dedy Surya)


Posting Komentar

0 Komentar