Sosialisasi dan Pemberdayaan Masyarakat: Cegah Kekerasan Terhadap Anak
MEULABOH – LIPUTANONE | Dalam upaya memperkuat perlindungan terhadap anak dan perempuan di tingkat akar rumput, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, melalui Bidang perlindungan anak DP3AKB Aceh Barat, menggelar Kegiatan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat terkait kekerasan, perempuan dan Anak.
Kegiatan tersebut berlangsung mulai pukul 08:30.wib pagi dan berakhir pada pukul 13:30.wib siang itu, di Gedung DP3AKB, kabupaten Aceh Barat. selasa, 7 /10/25.
Adapun pokok materi yang disampaikan ialah, mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan ( KTP) Kekerasan Terhadap Anak, (KTA) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) serta Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan perkawinan anak.
Agenda tersebut turut serta melibatkan unsur terkait seperti DP3AKB Aceh Barat dan lembaga masyarakat untuk meningkatkan kesadaran, serta menguatkan kolaborasi antara semua pihak dalam mencegah dan menangani kasus-kasus tersebut
Kepala DP3AKB, Abdullah, SS, Dalam kesempatan itu, menjelaskan bahwa dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak, adalah tugas bersama dan terdapat empat pilar utama yang harus bersinergi, yakni, Pemerintah, Masyarakat, Jurnalis, dan Dunia Usaha.
" Memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak bukan hanya tugas pemerintah saja, tapi juga masyarakat, media, dan dunia usaha. Jurnalis juga sangat berperan penting dengan menyebarkan berita-berita yang positif, sementara dunia usaha turut membersamai dalam melindungi anak-anak di Aceh Barat,” ujar Abdullah dalam sesi Pembuka acara tersebut.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah daerah mendorong agar setiap gampong membentuk Satgas Perlindungan perempuan dan anak serta forum anak sebagai wadah partisipasi dan perlindungan di tingkat desa.
Merujuk kepada Undang-undang utama tentang perlindungan anak di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur tanggung jawab negara, pemerintah daerah, masyarakat, dan orang tua dalam menjamin pemenuhan hak anak, mencegah kekerasan dan diskriminasi, serta menumbuhkembangkan anak secara optimal.
Setelah kegiatan sosialisasi ini, pemerintah akan melakukan koordinasi lintas sektor guna memantau perkembangan program di setiap gampong. Pada tahun 2026 rencananya tim akan turun langsung ke sejumlah desa yang telah ditetapkan sebagai lokasi binaan Gampong Ramah Perempuan dan Peduli Anak (GRPPA).
" Saat ini Aceh Barat baru memiliki dua Gampong ramah perempuan dan peduli anak. Kita berharap pada tahun 2026 nanti jumlahnya meningkat, karena sejak sekarang kita sudah mulai melakukan inisiasi bersama masyarakat,” jelasnya.
Dalam paparannya, Abdullah juga mengungkapkan bahwa hingga Agustus 2025, jumlah pengaduan kasus kekerasan terhadap anak di Aceh Barat telah mencapai 28 laporan. Namun, jumlah ini diyakini hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya terjadi.
" Kasus yang masuk ini seperti fenomena gunung es. Yang melapor hanya sedikit, sementara yang tidak berani melapor masih banyak. Karena itu kita ingin masyarakat semakin terbuka dan sadar bahwa melindungi anak adalah tanggung jawab bersama,” ungkapnya.
Kegiatan penting ini diikuti oleh sejumlah aparatur desa dari lima gampong di Kecamatan Johan Pahlawan. Hadir pula unsur dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG), Unsur dari Kecamatan Johan Pahlawan , serta perwakilan Polres Aceh Barat.
Acara tersebut menghadirkan tiga pemateri utama yang berkompeten di bidang perlindungan anak dan pemberdayaan masyarakat, yakni,
Diah Pratiwi, S.Psi., Psikolog dari RSUD Cut Nyak Dhien (CND) sekaligus sebagai psikolog di UPTD PPPA Aceh Barat., Hidayatullah, S, Sos.,
Praktisi Perlindungan Anak, Aceh Barat dan Armaidi Harun, Praktisi Pemberdayaan Masyarakat, Aceh barat.
Dalam pemaparannya, Diah Pratiwi, S.Psi., Psikolog, menegaskan bahwa kemiskinan menjadi faktor utama yang membuat anak rentan menjadi korban kekerasan seksual.Menurutnya, keterbatasan ekonomi bukan sekadar masalah materi, tetapi juga berimbas pada aspek sosial dan psikologis anak.
" Kemiskinan membatasi akses anak terhadap pendidikan, pengawasan, serta perlindungan. Ketika orang tua tidak mampu menciptakan lingkungan yang aman, anak menjadi lebih mudah menjadi sasaran kekerasan, termasuk kekerasan seksual,” ungkap Diah di hadapan peserta.
Ia menambahkan, dampak kemiskinan sering kali membuat anak-anak kehilangan rasa aman dan perlindungan sosial.
" Kemiskinan bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan psikologis yang memperlemah daya tahan anak terhadap kekerasan,” tegasnya.
Sementara itu, Hidayatullah, Sos., sebagai Praktisi perlindungan anak, mengajak seluruh aparatur desa agar menjadi garda terdepan dalam mendeteksi dan mencegah kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), serta perkawinan anak.
Menurutnya, peran aparatur gampong sangat strategis karena merekalah yang pertama kali bersentuhan dengan masyarakat di tingkat paling bawah.
" Jika kita mampu mengenali tanda-tanda awal kekerasan atau eksploitasi, maka tindakan pencegahan dapat dilakukan lebih cepat sebelum jatuh korban,” ujarnya.
Sementara itu pemateri lainya yakni, Armaidi Harun, Praktisi Pemberdayaan Masyarakat Aceh Barat menekankan, pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam membangun ketahanan sosial keluarga.
Ia menjelaskan bahwa masyarakat perlu didorong untuk saling mendukung dan peduli terhadap anak-anak di lingkungan sekitarnya.
" Perlindungan anak tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Harus ada kolaborasi antara pemerintah, lembaga sosial, aparat keamanan, dan masyarakat,” jelas Armaidi.
Ia juga menyoroti pentingnya community development dalam memperkuat peran keluarga dan masyarakat agar mampu menjadi sistem perlindungan pertama bagi anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi.
Kegiatan sosialisasi ini menjadi bagian dari komitmen Pemerintah Aceh Barat untuk memperkuat sistem perlindungan sosial dan memberdayakan masyarakat agar lebih tanggap terhadap isu-isu kekerasan, eksploitasi, dan perkawinan anak di usia dini.
Melalui kegiatan ini, para peserta diharapkan mampu menjadi agen perubahan di gampong masing-masing, dengan memperkuat kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi anak dari berbagai ancaman sosial.
Kepala DPMG Aceh Barat melalui perwakilannya, yang turut hadir menegaskan, kegiatan semacam ini akan terus digalakkan secara berkelanjutan di seluruh kecamatan, guna memastikan setiap aparatur desa memiliki pemahaman dan kemampuan dalam menangani persoalan sosial yang melibatkan anak dan perempuan.
"Anak adalah masa depan bangsa. Melindungi mereka berarti menjaga masa depan kita bersama," demikian pesan yang menjadi penutup dari kegiatan penuh makna tersebut.
(Dedy Surya)
Komentar
Posting Komentar