LIPUTAN ONE

test banner SELAMAT DATANG DI WEBSITE "LIPUTAN ONE"

ABS-SBK: Membangun Nagari di Tengah Arus Modernisasi



LIPUTANONE.CO.ID – Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) merupakan falsafah hidup masyarakat Minangkabau yang telah mengakar kuat dalam tatanan sosial, budaya, dan keagamaan. Namun, di tengah arus peradaban modern, nilai-nilai luhur ini mulai terpinggirkan, terutama dalam kehidupan nagari sebagai pusat budaya dan adat Minangkabau.


Nagari bukan sekadar satuan wilayah administratif, tetapi ruang hidup tempat adat dan syarak dijalankan secara berimbang. Sayangnya, dalam praktik kekinian, banyak nagari kehilangan jati dirinya. Lembaga adat seperti Kerapatan Adat Nagari (KAN) dan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) tak lagi berfungsi optimal. Mereka sering kali hanya hadir dalam acara seremonial tanpa peran strategis dalam pengambilan kebijakan atau penyelesaian masalah masyarakat.


Padahal, ABS-SBK bukan sekadar falsafah warisan, melainkan sistem nilai yang bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk aplikatifnya adalah melalui Musyawarah Tungku Tigo Sajarangan – Tali Tigo Sapilin. Ini adalah forum deliberasi yang mencerminkan sistem sosial Minangkabau yang demokratis, inklusif, dan berpijak pada nilai-nilai luhur.


Tungku Tigo Sajarangan terdiri dari tiga unsur utama dalam masyarakat:


1. Ninik Mamak – pemimpin adat dan penjaga tatanan kekerabatan.



2. Alim Ulama – tokoh agama yang menjaga nilai syarak.



3. Cadiak Pandai – kaum intelektual dan profesional yang memahami perkembangan zaman.




Ketiga unsur ini duduk sejajar dalam forum musyawarah untuk mencari solusi terhadap persoalan masyarakat.


Adapun Tali Tigo Sapilin adalah pedoman dalam bermusyawarah, yakni:


1. Al-Qur’an dan Hadis – sebagai sumber nilai-nilai ilahiah dan moral.



2. Nilai Adat – sebagai manifestasi budaya lokal yang telah teruji.



3. Undang-undang atau peraturan yang berlaku – sebagai kerangka hukum positif yang mengatur kehidupan bernegara.




Forum ini dulunya menjadi ruang utama menyelesaikan konflik, merumuskan arah pembangunan, dan menjaga kohesi sosial di nagari. Namun kini, forum seperti ini nyaris tak difungsikan. Nilai-nilai musyawarah digantikan oleh dominasi kekuasaan dan tarik-menarik kepentingan. Masyarakat nagari terpecah oleh urusan politik praktis, ekonomi, bahkan perbedaan kelompok sosial.


Modernisasi memang membawa kemajuan — digitalisasi, urbanisasi, dan efisiensi. Namun, jika tidak diimbangi dengan penguatan identitas budaya, kita justru bisa kehilangan jati diri. Individualisme, materialisme, dan pragmatisme mulai merasuki kehidupan masyarakat Minang. ABS-SBK pun tinggal menjadi hiasan di spanduk, bukan pegangan hidup.


Dalam sebuah diskusi kebudayaan, mantan Bupati Solok, Syamsurahim, menyampaikan gagasan penting:


> “Nagari itu bukan sekadar wilayah administratif, tetapi ruang hidup adat dan syarak. Kalau kita bicara ABS-SBK, maka penguatan nagari harus jadi prioritas. Pemerintah tidak boleh berjalan sendiri tanpa merangkul struktur sosial adat yang sudah lama hidup dalam masyarakat kita.”




Pemerintah daerah memiliki peran penting untuk mengembalikan marwah nagari. Pemerintah harus membuka ruang partisipatif dan formal untuk Musyawarah Tungku Tigo Sajarangan – Tali Tigo Sapilin dalam proses perencanaan dan evaluasi pembangunan. KAN harus dihidupkan kembali sebagai mitra aktif pemerintah nagari, bukan sekadar simbol. LKAAM perlu difungsikan sebagai penjaga keseimbangan nilai antara adat, syarak, dan peraturan negara.


Di sisi lain, generasi muda harus dikenalkan kembali pada prinsip-prinsip ABS-SBK, bukan hanya lewat pelajaran di sekolah, tetapi melalui praktik langsung dalam kehidupan sosial. Nagari bisa menjadi laboratorium sosial yang mempertemukan nilai tradisi dan tantangan modernitas.


ABS-SBK bukan milik masa lalu, melainkan warisan yang harus terus dihidupkan. Ia adalah jangkar moral dan arah budaya yang bisa menjadi kekuatan lokal dalam menghadapi globalisasi. Jika kita kembali memberdayakan nagari, memperkuat lembaga adat, dan menempatkan forum musyawarah sebagai panglima dalam penyelesaian persoalan masyarakat, maka Minangkabau tidak akan kehilangan jati diri.


Sebaliknya, Minangkabau akan tampil sebagai peradaban yang berakar kuat namun sanggup menjawab tantangan zaman.

Posting Komentar

0 Komentar