Rapat Paripurna: PANSUS DPRK Ungkap Temuan Terkait Pengelolaan Pelabuhan Jetty Meulaboh

ACEH BARAT – LIPUTANONE|Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat menggelar Rapat Paripurna penting terkait penyampaian laporan akhir Panitia Khusus (Pansus) Pertambangan dan Aset serta Pansus Perkebunan tahun 2025. 

Sidang berlangsung sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 17:22.wib, di Ruang Sidang Utama DPRK Aceh Barat. senin, 1/12/25.

Rapat ini menjadi salah satu forum strategis bagi lembaga legislatif daerah dalam merumuskan arah kebijakan pembangunan tahun mendatang, khususnya di sektor pertambangan, pengelolaan aset daerah, dan perkebunan-tiga sektor yang selama ini menjadi sorotan publik Aceh Barat.

Ketua Pansus Pertambangan dan Aset DPRK Aceh Barat Ramli, SE, dalam laporannya menjelaskan, bahwa pihaknya telah melakukan serangkaian kunjungan lapangan untuk menelusuri persoalan pengelolaan aset dan aktivitas pertambangan beberapa bulan terakhir. 

Penelusuran dilakukan untuk mengumpulkan data empiris sebelum diformulasikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan penyusunan laporan akhir Pansus.

Ramli menekankan, seluruh data lapangan dihimpun melalui metode sampling, wawancara, verifikasi lapangan, serta kajian pustaka terhadap dokumen peraturan dan perjanjian kerja sama.

Pansus mengungkapkan bahwa pengelolaan Pelabuhan Umum Jetty Meulaboh dilakukan melalui Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) antara Dinas Perhubungan Aceh Barat dan PT Mitra Pelabuhan Mandiri (MPM).

Hal itu tertuang dalam Perjanjian Nomor 18/DISHUB/IX/2023 dan 008/BUPMPM/IX-2023-PKSP tersebut ditandatangani pada 25 September 2023 dan berlaku selama 30 tahun hingga 24 September 2053.

" PT MPM sebelumnya telah memperoleh Izin Konsesi OSS dengan NIB 0103230000079 yang terbit pada 27 April 2023," kata Ramli,SE.,

Ramli mengungkapkan bahwa pemerintah daerah menyerahkan tiga objek aset kepada PT MPM, yakni, Dermaga/Pelabuhan Jetty., Gedung Kantor Pelabuhan sisi kanan pintu masuk dan (Objek ketiga sebagaimana tercantum dalam KSP akan dilengkapi dalam laporan resmi Pansus)



TIM Pansus juga menemukan bahwa hingga saat ini belum pernah ada laporan realisasi CSR/TJSLP dari PT MPM kepada masyarakat sekitar pelabuhan (ring 1).

Padahal, sambungnya, kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Lebih lanjut, Ramli menyebutkan, adanya perbedaan besar antara proyeksi dan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

" Pada RDP tanggal 22 Agustus 2023, Direktur PT MPM memproyeksikan PAD mencapai Rp24,75 miliar per tahun. Namun hasil verifikasi rekening PAD Pemkab Aceh Barat di Bank Aceh Syariah menunjukkan pemasukan  pada tahun 2024, hanya Rp.84.935.880., tahun 2025, Rp. 208.959.705.,Total: Rp 293.895.585. Atas dasar itu, Pansus menyimpulkan bahwa PT MPM terindikasi wanprestasi," ungkap Ramli, SE.,

Lebih jauh, dalam dokumen KSP, Pansus juga tidak menemukan kejelasan mengenai, Besaran PAD yang menjadi hak Pemkab Aceh Barat serta Nilai investasi wajib PT MPM untuk pengembangan pelabuhan

Pada 8 Oktober 2025, Pansus melakukan konsultasi ke Ditjen Perhubungan Laut di Jakarta dan Dinas Perhubungan Aceh. Dari hasil konsultasi diperoleh beberapa poin penting.

Poin penting tersebut antara lain, Perizinan berusaha dan izin konsesi pelabuhan pengumpul merupakan kewenangan pemerintah pusat melalui OSS., BUP wajib memenuhi seluruh ketentuan Permenhub No. 50 Tahun 2021 sebelum izin konsesi diterbitkan.

Persetujuan DPRK merupakan syarat wajib penerbitan izin konsesi, sesuai Permendagri No. 22 Tahun 2020.

Pansus juga menyinggung bahwa mantan Pj. Bupati Aceh Barat, Drs. Mahdi Efendi, pernah diundang untuk memberikan konfirmasi terkait proses KSP, namun tidak hadir.

Tidak hanya itu, Pansus juga  menemukan adanya kenaikan tarif kepelabuhanan yang tidak sesuai mekanisme Permenhub No. 121 Tahun 2018.

Akibatnya, sejumlah pelaku usaha memindahkan aktivitas bongkar muat ke Pelabuhan Calang dan Pelabuhan Penyeberangan Kuala Bubon.

Konon Tambah Ramli, Pada 19 Agustus 2025, Pansus mendapati adanya aktivitas bongkar muat solar ilegal di Pelabuhan Jetty Meulaboh menggunakan dokumen Pertamina palsu yang diduga berasal dari Medan.

Praktik ini melanggar UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

" Tidak hanya itu, Pansus juga menerima laporan adanya pungutan liar Rp500 per liter yang dibebankan kepada agen BBM yang beroperasi di kawasan pelabuhan," bebernya.

Mengakhiri laporannya, Ramli menegaskan bahwa semua temuan tersebut akan dituangkan dalam laporan resmi Pansus Pertambangan dan Aset DPRK Aceh Barat. 

DPRK berkomitmen memperkuat fungsi pengawasan agar pengelolaan sumber daya daerah berjalan transparan, akuntabel, dan berpihak kepada masyarakat.




(Dedy Surya)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelayanan Puskesmas woyla Induk buruk Abaikan Keselamatan Pasien

Mutasi dan Rotasi Pejabat di Aceh Barat: Ratusan ASN Pindah Jabatan (Berikut Data Lengkap)

Pelaku Pembunuhan warga Ujong Baroh Diketahui Identitasnya